Seminar Nasional: Peran Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa

“Yang mengawali bangsa Indonesia adalah orang terdidik dan yang tercerahkan dan anak muda 18-23 tahun yang tergabung dalam Jong Ambon, Jong Sumatera dan lain-lain yang menggunakan kekuatan kedaerahannya untuk kepentingan bangsa. Kalau kita mau disebut satu kita ingin menggunakan istilah apa? : Indonesia”. Itulah pengantar pembuka yang disampaikan oleh sejarawan Indonesia, Dr. Anhar Gonggong dalam Seminar Nasional Temu Alumni PPs UNY dengan makalah berjudul “Nasionalisme: Pengalaman Indonesia”.

Seminar yang diadakan hari Minggu, 18 Mei 2014 di Aula PPs UNY mengangkat tema  “Peran Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa” diikuti oleh alumni S-2 dan S-3 dari berbagai prodi, daerah dan angkatan.

Lebih lanjut, dosen PPs UNJ ini mengemukakan bahwa perlawanan otot mengawali, namun tidak efektif selama 3 abad. Kemudian berkembang menjadi perlawanan otak melalui organisasi, ideologi, dialog dan media massa. Hanya dengan 37 tahun perlawanan dengan otak berhasil membentuk bangsa Indonesia.

Musuh setelah kemerdekaan adalah kemiskinan. Kalimat Bung Karno “kesejahteraan ialah: tidak akan ada orang miskin di Indonesia”, masih ada kemiskinan, kemerdekaan Indonesia cacat. Nasionalisme dahulu melawan penjajahan, sekarang lawan nasionalisme adalah rumusan demokrasi.  Sampai saat ini masih mencari rumusan yang tepat.  Nasionalisme merupakan keinginan untuk memperjuangkan kemerdekaan dalam arti luas. Nasionalisme tidak bisa berjalan tanpa demokrasi. Nasionalisme tanpa demokrasi adalah otoriter. Demokrasi tanpa nasionalime adalah kerusuhan. Keduanya harus saling mengontrol.

Orang yang berkuasa sekarang tidak menghadapi situasi sekarang kita sedang bicara juga tentang masa depan. Sekarang tidak ada etika masa depan yaitu apa yang ada sekarang adalah titipan generasi masa depan. Saat ini kita harus menghayati makna nasioanlisme, apa, siapa dan bagaimana yang kita hadapi serta gejala yang menunjukkan dan menyebabkan nasionalisme terkikis.

Pembicara kedua yaitu, Dr. Yulianto Hadi yang merupakan alumni S3 IP PPs UNY. Dosen AAU ini menyampaikan makalah berjudul “Pendidikan Sebagai Wahana Pembentukan Karakter”. Menurutnya Pendidikan tidak hanya Knowledge Oriented tetapi juga Value Oriented.

Nilai dan perilaku itu dinamis dan berkembang, arah perkembangannya yang perlu di arahkan. Anak muda harus disodori contoh. Bangsa adalah bukan merupakan suku, daerah melainkan kesadaran untuk bersatu. Indonesia membutuhkan formulasi karena pengarah berperilaku yang beragam. Perilaku harus dapat diterima komunitas, masalahnya komunitas di Indonesia amat beragam. Tidak semua pendidikan berdasarkan pada filosofis pendidikan yang tertata.

Akhirnya, melalui presentasinya Dr. Yulianto menyampaikan rekomendasi antara lain tentukan nilai-nilai yang menjadi pola atau acuan. Selain itu, perlunya sosialisasi, bangun lingkungan yang tepat, nilai kehidupan sebagai pengalaman, introspeksi, dan kesadaran menuju pemantapan sikap yang utuh dan matang (internalisasi).

Di akhir seminar utama menampilkan mantan Sekretaris Jenderal Kemenag, Bahrul Hayat, Ph.D. dengan makalah berjudul “Peran Kurikulum dalam Membentuk Karakter Bangsa”. Dalam paparannya beliau mengemukakan 3 kata kunci yaitu berusaha untuk memberi bukan meminta untuk memberi, karakter “is to characterized”, karakter adalah identitas yang membedakan, dan enlightenment (pencerahan) dirinya melalui agamanya.

Lebih lanjut, pakar psikometri alumni salah satu Universitas di Chicago, Amerika Serikat ini berseloroh bahwa definisi tujuan pendidikan adalah perkembangan kognitif, skill dan karakter agar dapat bekerja, melanjutkan pendidikan, pendidikan sepanjang masa, menjadi waga negara yang baik. Sedangkan karakter adalah kekuatan dalam diri individu yang diekpresikan melalui perilaku yang sesuai, nyata dan terlihat.

Karakter adalah cara orang untuk berpikir, merasakan dan berperilaku (personality). Nilai untuk membangun karakter : amanah, jujur, menghormati, bertanggungjawab, adil, peduli, disiplin diri, kewarganegaraan, ikhlas. Hal yang tak kalah penting yaitu lingkungan pembangunan karakter : sekolah, keluarga, social, dan virtual. (anak memiliki guru dan teman virtual). ”Karakter merupakan hidden kurikulum berdasarkan proses pembiasaan dan pemberian contoh”, pungkasnya.

Selanjutnya selepas makan siang diadakan seminar sesi paralel yang terbagi dalam 5 kelompok. Terdapat sejumlah 30 judul makalah yang disampaikan dalam sesi ini. (Rb/Alita)