Refleksi Modal Spiritual dan Sosiokultural

Sejarah pendidikan Indonesia mencatat pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia (termasuk Pesantren NW di Lombok NTB). Pada permulaan, pesantren lahir dari pemikiran pemurnian ajaran Islam, yang tidak semata-mata untuk tujuan ubudiyah tapi juga keseimbangannya dengan praktek-praktek mu’amalah. Termasuk juga pesantren NW yang pada awal lahirnya dihadapkan pada fenomena pemahaman dan praktek keislaman yang belum memadai karena rendahnya pemahaman Islam dan tekanan kolonial. Pemikiran yang melahirkan cita-cita ideal pesantren berhadapan dengan tuntutan perkembangan dan perubahan dengan tetap menjalankan fungsi-fungsi pendidikan, baik fungsi pendidikan umumnnya (kreatif, produktif, dan sadar nilai) dan fungsi pendidikan melalui pesantren. Fenomena perubahan akan membentuk eksistensi pesantren (eksis dengan nilai keislaman, nilai keislaman menipis, dan nilai keislaman hilang).

Kajian ini menjadi penting karena beberapa kajian sebelumnya fokus pada tradisi keilmuan yang berpengaruh pada tujuan dan fungsi pendidikan pesantren, dan pola pengembangan suprastruktur dan infrastruktur pesantren secara internal. Kajian ini mencoba menemukan pemikiran yang menjadi jiwa pesantren (khususnya Pesantren NW)(internal), dinamika akibat relasi internal- eksternal, dan modal modal spiritual dan sosiokultural yang dikelola dalam menjaga eksistensi Pesantren NW. Dari latar belakang tersebut didapatlah penelitian berjudul Dinamika Pesantren Nahdlatul Wathan: Refleksi Modal Spiritual dan Sosiokultural. Penelitian ini bertujuan menemukan dan mendeskripsikan dinamika Pesantren NW sejak berdiri hingga eksistensinya saat ini. Pesantren NW adalah lembaga pendidikan Islam yang terdiri atas elemen-elemen internal pesantren, seperti kyai, santri,  kitab, masjid, dan pondok (asrama) yang disebut  konteks internal pesantren. Di samping berelasi  dengan konteks internal,  Pesantren NW  juga berelasi dengan aspek di luar konteks, seperti ekonomi, politik, dan sosiokulural yang disebut sebagai setting eksternal pesantren. Relasi antara konteks dan setting menyebabkan perubahan bagi Pesantren NW.

Setiap aspek perubahan tidak lepas dari sejumlah modal spiritual dan sosiokultural yang dikelola dalam memandu perubahan. Teori-teori yang melandasi kajian ini adalah teori pendidikan, teori sosial, dan teori modal. Ketiga teori ini diformulasi dengan pemahaman bahwa Pesantren NW merupakan sistem sosial yang di dalamnya terjadi relasi triadik antara aspek struktur (aspek non ideologis) yang melakukan berbagai aksi pendidikan dalam membentuk kultur pesantren (aspek ideologis).

Penelitian yang dijadikan sebagai Disertasi untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta oleh Khirjan Nahdi, bapak kelahiran Lombok timur telah diselesaikan dalam kurun waktu kurang dari 4 tahun. Berhasil dipertahankan didepan para penguji dan dinyatakan sebagai Doktor lulusan PPs UNY ke 79.

Melalui penelitian  penelitian ini diperoleh tiga temuan: 1) dinamika Pesantren NW didominasi oleh sumber eksternal, yakni politik dan ekonomi; 2) pergeseran terjadi pada aspek pemikiran, yakni pemikiran untuk fungsi dan tujuan pendidikan Islam, pelestarian nilai Islam, dan produksi ulama bergeser  pada fungsi dan tujuan penyesuaian kebutuhan pragmatis. Pergeseran ini diikuti dengan perubahan kelembagaan menjadi pesantren yang mengelola madrasah, kurikulum pendidikan agama Islam yang diimbangi dengan kurikulum pendidikan umum, pola kepemimpinan yang bersifat kolektif; 3) kompleksitas eksternal yang berpengaruh pada kompleksitas internal Pesantren NW menyebabkan terjadinya kompleksitas motivasi dan ekspektasi atas investasi modal sosial dan sosiokultural.