Pengembangan Pendidikan Inklusi di UNY

”Sebagai salah satu Universitas Kependidikan, UNY sejak tahun 1964 sudah menerima mahasiswa berkebutuhan khusus, meskipun dengan keterbatasan fasilitas” buka Dr. Ishartiwi selaku Kaprodi S2 Pendidikan Luar Biasa PPs UNY. Ishartiwi memaparkan bahwa adanya kesalahan culture pendidikan di Indonesia dimana kebanyakan orang melihat potensi hanya dari penampilan. “Itulah sebab beberapa sekolah masih belum menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk diterima di lembaga pendidikannya. Sistem pendidikan hanya terpaku bahwa anak pintar karena pintar bawaan. Padahal yang namanya sekolah itu merupakan Kawah Candradimuka untuk melatih dan menempa anak tersebut” tambah Ishartiwi lagi.

Pada kegiatan Diskusi Pengembangan Pendidikan Inklusi di UNY yang diinisiasi oleh Direktur Pascasarjana UNY, Prof. Dr. Marsigit, M.A ini dihadiri oleh Kaprodi S3 Dikdas PPs UNY, Kaprodi S2 PLB PPs UNY, Kajur PLB FIP UNY, Kepala Pusat Studi Layanan Disabilitas LPPM UNY. Diskusi dihadiri juga oleh Patricia Lestari Taslim alumni S2 PLB, Harta Nining Wijaya, Jurnalis Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel Indonesia, Maria Clara Yubilea Sidharta, ABK Alumni S1 Pendidikan Bahasa Jerman FBS UNY dan Vindi Dwi Winantyo, ABK Alumni S2 PLB PPs UNY.

Menurut Vindi sebagai ABK alumni S2 PLB, UNY memiliki kultur yang baik dalam melayani ABK. “ABK memang harus diperlakukan berbeda, tapi bukan berarti dimanja. Fasilitas ABK sebenarnya bagus, tapi menurutnya, terlalu banyak fasilitas malah membuat mahasiswa ABK akan kaget bila harus mendatangi tempat yang tidak memiliki fasilitas untuk ABK” ujar Penyandang Low Vision ini. Hal ini diamini Nur Azizah Ph.D selaku Kepala Pusat Studi Layanan Disabilitas UNY. Menurutnya keberadaan ABK di UNY ini memberikan warna tersendiri. Nur Azizah mengatakan bahwa Unitnya membantu mengarahkan ABK dalam menempuh pendidikannya dan mengarahkan ke potensi masing-masing. (ant)

.