Pentingnya Evaluasi bagi Institusi

Kamis, 31 Oktober 2013, program studi Peneitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) PPs UNY mengadakan kuliah umum dengan mendatangkan dosen tamu internasional, Prof. Saville Kushner. Beliau adalah Profesor dalam bidang evaluasi publik dari University of Auckland, New Zealand.

Kuliah umum yang bertema “Why program evaluation is one of the key university disciplines - or should be” tersebut dihadiri oleh sekitar 125 peserta yang terdiri atas dosen-dosen prodi PEP, mahasiswa S2 dan S3 PEP, dan mahasiswa dari prodi lain di PPs UNY.  Selain itu, mahasiswa KNB juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Dalam paparannya, Prof. Kushner menyampaikan arti penting evaluasi bagi institusi. Dengan adanya evaluasi, sebuah institusi mampu mengukur sejauh mana kulitas mereka. Hasil evaluasi mampu memberikan arah dalam menentukan langkah-langkah progresif untuk meningkatkan kualitas institusi.

Di Amerika, yang berwenang melakukan evaluasi adalah pihak-pihak yang membayar pajak. Wajib pajak bisa menggugat jika mutu pendidikan rendah, padahal mereka telah membayar pajak. Kemana dan bagaimana alokasi pajak tersebut di bidang pendidikan bisa ditelusuri.

Di London, akhir-akhir ini dilakukan evaluasi terkait kinerja kepolisian. Evaluasi ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja polisi di lapangan. Ketika diterapkan dalam dunia pendidikan, maka hal ini sangat tepat. Guru seharusnya dievaluasi, apakah mereka telah mengajar dengan baik, apakah mereka banyak bercanda dalam mengajar, apakah mereka banyak bercerita hal-hal yang tidak relevan dengan pembelajaran, dan sebagainya. Dengan demikian untuk mendukung kegiatan evaluasi, dibutuhkan informasi yang kompleks dan komprehensif sebagai dasar menentukan kebijakan demi perbaikan di masa datang.

Masih terkait pendidikan, Khuser menceritakan bahwa pada tahun 1972 dilakukan evaluasi kurikulum di Inggris. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan sangat kompleks. Di dalam kurikulum tersebut siswa dilibatkan dalam kegiatan diskusi terkait isu-isu terkini yang mungkin terlalu berat bagi siswa seperti rasisme, gender, dan lain sebagainya.

Terlepas dari berat tidaknya isu yang didiskusikan, guru sebagai fasilitator harus bersikap netral, tidak condong ke salah satu pendapat. Guru harus bisa menyembunyikan nilai-nilai yang ada pada dirinya terlebih dahulu. Kushner menambahkan sebagai guru harus mampu memotivasi siswa untuk berfikir, menyampaikan pendapat terkait isu-isu tertentu untuk mengembangkan kemampuan berfikir dan komunikasi.

Dalam pelaksanaannya, evaluasi tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang ada di masyarakat. Sosial dan budaya misalnya, sangat mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil. Dalam menentukan kebijakan nasional, kepentingan politik ada kalanya berperan di dalamnya. Bisa jadi kebijakan yang dibuat hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Hal ini tentu sangat tidak diharapkan. Oleh karena itu, evaluasi sebisa mungkin independent, tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan tertentu. (Anggit P.)