Pemanfaatan Modal Sosial dan Modal Budaya dalam Pendidikan Budi Pekerti

Modal sosial yang digunakan dan dimanfaatkan dalam implementasi pendidikan budi pekerti di SMP Muhammadiyah 5 Surakarta dan SMP Kasatriyan 1 Surakarta meliputi hubungan saling percaya, norma, serta jaringan dan keterkaitan. Modal budaya dalam pelaksanaan pendidikan budi pekerti meliputi sistem budaya, yaitu nilai-nilai budaya Jawa dan nilai-nilai agama. Sistem sosial yaitu budaya sekolah SMP Muhammadiyah 5 Surakarta berbasis budi pekerti dan agama, budaya sekolah SMP Kasatriyan 1 Surakarta berbasis budi pekerti dan multikultural serta kultur komunitas, kebudayaan fisik, yang meliputi kebijakan pendidikan, dan slogan-slogan yang mengandung pesan-pesan moral/nilai-nilai budi pekerti.

Jaringan kerjasama yang sinergis dilandasi rasa percaya dan kesamaan nilai norma merupakan modal sosial yang telah dimanfaatkan dan dikelola dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan kurikulum pendidikan budi pekerti di SMP Muhammadiyah 5 Surakarta dan SMP Kasatriyan 1 Surakarta. Kultur sekolah berbasis budi pekerti dan agama serta kultur sekolah berbasis budi pekerti dan multikultural serta kultur komunitas merupakan modal budaya utama yang dimanfaatkan dan dikelola dalam pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Budi Pekerti.

Demikian antara lain kesimpulan disertasi yang disampaikan oleh Musa Pelu, S.Pd., M.Pd. dalam ujian terbuka untuk memperoleh derajat Doktor dalam bidang Ilmu Pendidikan. Kesimpulan tersebut disampaikan di depan dewan penguji ujian terbuka Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan tamu undangan lainnya yang bertempat di Aula PPs UNY pada Senin (11/1) lalu.

Lebih lanjut, Musa Pelu, dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS tersebut memaparkan bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan karakter, khususnya budi pekerti melalui pemanfaatan modal sosial dan modal budaya. Selain itu, lebih penting lagi bisa menjadi acuan dalam mengatasi problem kemorosotan moral dan budaya kekerasan khususnya di Surakarta dengan mengoptimalkan pendidikan budi pekerti dan pemanfaatan modal sosial dan modal budaya.

“Dinas Dikpora bisa memanfaatkan hasil penelitin ini untuk melakukan evaluasi keefektifan pelaksanaan pendidikan budi pekerti di Kota Surakarta. Bagi sekolah khususnya SMP di Surakarta, bisa menjadikan acuan dan masukan dalam mengembangkan pendidikan budi pekerti dengan memanfaatkan modal sosial dan modal budaya yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi sekolahnya masing-masing, “harapnya.

“Orang tua juga bisa memonitor pelaksanaan pendidikan budi pekerti di sekolah sehingga bisa berpartisipasi secara kolaboratif dengan sekolah untuk mendukung pembentukan akhlak atau budi pekerti siswa sebagai upaya mencegah terjadinya kekerasan di kalangan pelajar, “imbuhnya.

Paparan disertasi Musa Pelu yang berjudul “Pendidikan Budi Pekerti di Sekolah: Refleksi Modal Sosial dan Modal Budaya (Studi Kasus di SMP Muhammadiyah 5 dan SMP Kasatriyan 1 Surakarta)” ini memakan waktu 2 jam untuk bisa dipertahankan di depan dewan penguji. Alumni S2 Pendidikan Sejarah UNJ ini mampu menjawab pertanyaan dari para penguji antara lain Prof. Irwan Abdullah, Ph.D., Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro, Prof. Dr. Achmad Dardiri, Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D., dan Dr. Dwi Siswoyo, M.Hum. Sementara ujian terbuka dipimpin oleh Prof. Dr. Zuhdan K. Prasetyo, M.Ed., selaku Direktur PPs UNY.

Setelah melalui sidang dewan penguji diputuskan bahwa Dr. Musa Pelu ditetapkan sebagai doktor ke 301 di PPs UNY dalam bidang Ilmu Pendidikan dengan predikat Sangat Memuaskan. Prof. Dr. Achmad Dardiri selaku promotor berpesan agar penelitian ini bisa disempurnakan dan segera dipromosikan kepada stakeholders terkait agara bisa dirasakan manfaatnya bagi masyarakat khususnya kalangan pendidikan. (Rubiman).