Implementasi Kurikulum SMK Bidang Keahlian Kriya di DIY

Suharno, M.Pd., mengatakan bahwa saat ini pertumbuhan industri kreatif sangat dinamis dan dituntut untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan selera pasar. Hal ini memerlukan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mempunyai kompetensi yang mampu membuka lapangan kerja, menghasilkan produk yang laris di pasaran, pekerja keras, kreatif dan inovatif yang mampu menciptakan solusi menghadapi berbagai permasalahan.

Hal tersebut disampaikannya pada Jumat, 30 Desember 2016 dalam ujian terbuka sebagai penentuan kelulusan pendidikan doktoralnya di Program Pascasarjana (PPs) UNY. Kepala SMP 5 Yogyakarta ini berhasil mempertahankan karya disertasinya yang berjudul “Implementasi Kurikulum SMK Bidang Keahlian Kriya di DIY”. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari implementasi kurikulum SMK Bidang Kriya dan Industri Kreatif di DIY dengan metode sekuensial dimulai dari metode kuantitatif dan diperdalam dengan kualitatif.

Penelitian di atas dilakukan di SMK Bidang Keahlian Kriya yang kerja sama dengan Usaha Industri Kecil di DIY yaitu SMK N 1 Kalasan, dan SMK N 5 Yogyakarta. Kedua sekolah tersebut dipilih karena menyelenggarakan pembelajaran program keahlian yang lengkap. Selain itu, dalam dua tahun terakhir memiliki prestasi LKS Bidang Kriya Tingkat Nasional.

Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa dengan diterapkannya kurikulum dalam setiap unitnya maka prestasi peserta didik akan meningkat. Dalam perencanaan kurikulum jika bekerjasama dengan dunia usaha dan industri maka akan mendorong tumbuhnya industri kreatif yang dapat memberikan kas daerah. Namun pada kenyataannya kerja sama belum terjalin dengan baik, yang hanya terbatas pada praktik industri saja. Kerja sama perlu diperluas lagi dalam perencanaan kurikulum, kompetensi industri, pembinaan guru bidang praktik, hingga pemasaran produk siswa.

Selanjutnya dalam bidang keahlian kriya, media pembelajaran yang dipakai rata-rata cukup baik untuk menopang proses pembelajaran, hanya dalam pemanfaatannya guru masih perlu menelaah kembali agar lebih efektif. Media yang sesuai dengan perkembangan industri akan dapat mendorong produk berstandar industri. Selain itu, sarana praktik yang sesuai dengan keadaan di industri merupakan salah satu syarat pembelajaran Teaching Factory. Pembelajaran ini akan berjalan dengan baik jika didukung sarana praktik yang diseting seperti di industri. Sarana praktik kriya dapat berupa sanggar, laboratorium dan juga sebagai ruang produksi didesain seperti keadaan di Industri Kriya. Temuan di lapangan, tempat-tempat praktik kriya belum menyerupai sebuah industri.

Bapak dua anak ini menutup presentasinya dengan menunjukkan fakta bahwa dalam hal penilaian kompetensi siswa, sikap dan peranan guru serta dunia industri dalam memahami penilaian kompetensi siswa masih belum ada korelasi yang signifikan. Penilaian kompetensi siswa dari dunia industri berpedoman pada produk siswa dihubungkan dengan konsumen. Sedangkan penilaian guru memeakai pedoman standar kemendikbud yang merupakan penilaian teoritis yang baru dikenalkan guru dan penilaian berubah-ubah setiap tahunnya. Jadi wajar bila kompetensi siswa belum dapat dipresentasikan sesuai dengan kebutuhan industri saat ini. (Rubiman)