Dr. Tafrikhuddin Ungkap Pendidikan di Pesantren

Program Pascasarjana UNY kembali meluluskan doktor ke-202 melalui Ujian Terbuka dan Promosi Doktor yang digelar pada Jumat (17/01/2014) di Aula PPs UNY. Dr. Tafrikhuddin menjadi doktor ke-25 dari Prodi S3 Ilmu Pendidikan berkat penelitiannya yang berjudul “Sumber Belajar dan Dampaknya terhadap Pola Pikir dan Perilaku Keagamaan Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta) ” dengan hasil Sangat Memuaskan.

Di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof. Pardjono, Ph.D tersebut, Tafrikhuddin memaparkan bahwa sistem pendidikan pondok pesantren selama ini dianggap tradisional dan cenderung statis. Namun pada kenyataannya para pemangku tradisi pondok pesantren memadu berbagai aspek modernitas dengan memelihara tradisi keilmuan Islam yang dikembangkan oleh para ulama masa lalu. Design yang mereka kembangkan adalah tradisi dan modernitas keilmuan perlu dipadukan untuk memenuhi kebutuhan Bangsa Indonesia dalam mengarungi kebutuhan modern.

Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tersebut menambahkan bahwa tujuan penelitiannya adalah mengungkapkan klasifikasi, pengelolaan, dan pemanfaatan sumber belajar, mengungkapkan makna budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, dan mengungkap fenomena yang terjadi dari dampak sumber belajar terhadap pola pikir dan perilaku keagamaan  santri. Dalam penelitiannya, Tafri, sapaan ayah 2 anak tersebut, menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Tempat penelitian di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta.

Beberapa temuan berhasil diungkap Tafri, di antaranya sumber belajar di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta meliputi: a) pesan yang berisi ajaran agama; b) orang yang berupa kiai, ustaz, dan santri; c) kitab;  d) teknik yang meliputi hafalan, ceramah, sorogan, bandongan, musyawarah, praktik, dan evaluasi; e) alat berupa papan tulis dan kapur/spidol; f) lingkungan meliputi gedung, perpustakaan, masjid, UKS, koperasi, dan makam; dan g) budaya pondok pesantren. Sumber belajar yang paling dominan adalah yang direncanakan, yaitu kiai.

Ditemukan pula bahwa pengelolaan organisasi sumber belajar ditangani oleh divisi pendidikan yang struktur organisasinya masuk dalam pengurus pondok pesantren, sedangkan pengelolaan personalianya ditunjuk oleh kiai dengan tugas pengumpulan naskah, pengetikan, penggandaan, dan pendistribusian bahan ajar. Budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar meliputi budaya salaman dengan cium tangan, sarungan, wirid, roan, maqbarahan, haul, mujahadah, ruwahan, syawalan, tahlilan, dan sowan. Budaya itu ada yang berasal dari dalam pondok pesantren sendiri dan ada yang berasal dari masyarakat sekitar. Pola pikir santri masih tekstual dengan tiga tingkatan, yaitu: konservatif, moderat, dan kritis, sedangkan perilaku santri cenderung masuk kelompok moderat, yakni umat Islam yang masih konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syari`at Islam dalam pemahaman ulama salaf ahlussunnah wal jama`ah yang telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yang standar. (Sinta)