Dr. Iwan Supardi Teliti Ethno-Religio Segregated Schools/E-Rs

Konflik antar kelompok etnis di Kalimantan Barat puluhan tahun lalu berdampak besar pada munculnya sekolah-sekolah eksklusif, mengelompok, berorientasi pada etnis dan agama atau disebut secara teknis sebagai sekolah segregasi etno-religi/SE-R. Sekolah, selain sebagai lembaga pengembangan intelektual kognitif siswa, mestinya juga berperan sebagai lembaga pengembangan nilai-nilai kemasyarakatan yaitu, perdamaian, toleransi, hak asasi manusia, dan demokrasi dalam sikap dan perilaku peserta didik.

Konflik individu yang masih melibatkan dua orang anggota etnis yang berbeda cenderung dipersepsikan sebagai konflik antaretnis dan antaragama. Dengan demikian kondisi seolah yang mengelompok berdasatkan orientasi etnis-agama (E-RS) dikhawatirkan akan memperkuat kecenderungan konflik beridentitas ganda tersebut. Semestinya pembangunan masyarakat akan lebih makmur dan sejahtera dengan adanya sumber sosial berupa kerjasama sosial antarkelompok dan golongan, saling pegertian, dan saling menerima segala perbedaan. Demikian paparan Iwan Supardi dalam Ujian Terbuka dan Promosi Doktor yang digelar pada Kamis (16/01/2014) di Aula PPs UNY.

Dosen FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak tersebut menjelaskan bahwa penelitiannya bertujuan untuk memetakan pola dan mengukur kuat-lemah hubungan antarkelompok siswa etnis Melayu, Dayak, Tionghoa, dan Madura berdasarkan sikap dan prilaku berprasangka (prejudice) dan stereotip terhadap etnis dan agama di empat sekolah swasta berbasis etno-religi (ethno-religio segregated schools/E-RS) di Kota Pontianak. Serta model pendidikan multikultural dikembangkan berdasarkan hasil temuan penelitian.

Penelitian yang dipromotori oleh Sumarno, Ph.D. dan Prof. Dr. A. Munir Murkan tersebut menghasilkan temuan bahwa sekolah E-RS menampilkan pola-pola hubungan antarkelompok etnis-agama yang khas, seperti ethno-religiosentris, cinta-benci (approach-avoidance) dan benci-cinta (avoidance-approach), saling membenci (avoidance-avoidance) atau berseteru (conflicting pair), benci-gamang (avoidance-ambivalence), dan saling menyukai/ mendukung (approach-approach) atau sebagai pasangan bulan madu (honeymoon).

Selain itu, ditemukan bahwa kelompok etnis Madura cenderung dijadikan sebagai kelompok target konflik, Tionghoa sebagai kelompok etnis rujukan. Kelompok etnis Dayak sangat sensitif pada faktor-faktor keetnisan, Melayu pada keagamaan, Madura pada keduanya, dan Tionghoa pada faktor-faktor lain selain etnis dan agama. Model pendidikan multikultural RAMAH - sikap ramah atau keramahan yang dikembangkan melalui Rencana Aksi pendidikan Multikultural Agar Harmonis (RAMAH) - dianggap sesuai diterapkan dalam program pendidikan di sekolah E-RS untuk membangun citra positif pada masing-masing kelompok agar prasangka (prejudice) dan bias anggapan (stereotip) dapat dikendorkan.

Berdasarkan paparan dan penilaian para tim penguji, Iwan berhasil lulus dengan hasil Sangat Memuaskan. Oleh Ketua Tim Penguji, Prof. Dr. Zuhdan Kun Prasetyo, Iwan Supardi berhak menyandang gelar doktor ke-201 di PPs UNY dan doktor ke 122 di Prodi PEP. (Sinta)