Uji Coba Produk Penelitian Pengembangan Modal Sosial bagi Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural hingga saat ini belum dapat didefinisikan secara baku. Namun, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pendidikan multikultural. Salah satunya Muhaemin el Ma’haddi yang berpendapat bahwa pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.

Adapun Paulo Freire seorang pakar pendidikan pembebasan mendefinisikan bahwa pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan budaya. Melainkan pendidikan itu harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan suatu kelas sosial sebagai akibat dari kekayaan dan kemakmuran yang diperolehnya.

Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.

Program Studi S3 Ilmu Pendidikan Program Pascasarjana UNY mengadakan FGD (Focus Group Discussion) untuk membahas pendidikan multikultural tersebut. Forum yang diadakan pada Rabu, 16 Oktober 2013 di Aula PPs UNY tersebut menghadirkan siswa dan guru IPS SMA kelas XI dari beberapa SMA baik negeri maupun swasta di Sleman, Kota Yogyakarta, dan Bantul. Narasumber forum tersebut adalah Prof. Dr. Achmad Dardiri, M.Hum dan Dr. Siti Irene AD., M.Si.

Dengan game interaktif dan menarik para siswa dan guru diajak untuk membahas materi di antaranya, “mind map” dalam kehidupan masyarakat majemuk, menghargai perbedaan, mengenal eksistensi diri sebagai orang yang dapat dipercaya dan menghargai perbedaan dengan “Sungai Kehidupan”, problematika dalam kehidupan masyarakat majemuk, membangun kerjasama dan saling percaya, dan menciptakan kesetaraan dan keadilan.

Peserta dibagi dalam 4 kelompok. Setiap kelompok berdiskusi membahas materi tersebut, lalu dipresentasikan dalam forum ini sehingga kelompok lain dapat menilai, memberikan masukan ataupun melengkapinya. Selain itu, para siswa yang kritis juga dapat menyampaikan usul kepada guru dan pengampu kebijaksanaan pendidikan untuk memasukkan pendidikan multikultural ke dalam kurikulum pendidikan. Dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan, mereka berpendapat hal ini penting untuk diterapkan guna penanaman sejak dini kepada peserta didik.

Dengan permainan “sungai kehidupan” para peserta dapat mengetahui potensi, kelebihan dan kekurangan diri. Mereka diajak merefleksi diri tentang hal yang sudah dilakukan sejak lahir hingga saat ini. Dengan ini, dapat diketahui prestasi yang pernah dicapai yang membanggakan, serta kekurangan dan kesalahan yang dilakukan sehingga dapat dilakukan perbaikan diri. Di akhir materi, peserta diajak bekerjasama memecahkan masalah yang dihadapi melalui permainan “mengurai lingkaran”. Para peserta dapat memetik pesan bahwa masalah yang rumit dan berat dapat dipecahkan dengan adanya kerjasama dan saling percaya satu sama lain.

Di akhir acara, Prof. Dr. Achmad Dardiri, M.Hum. berharap dengan adanya FGD ini para siswa dan guru dapat mengetahui arti pentingnya pendidikan multikultural dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk menciptakan kehidupan yang demokratis, aman dan sejahtera. (Rb)