Membumikan Ilmu Sosial Indonesia

Ilmu sosial bukanlah dominasi Barat. Ilmu sosial juga banyak ditelorkan oleh tokoh nasional. Hal itu setidaknya muncul dalam diskusi dan bedah buku Revolusi Sosial di Brebes karya Dr. Aman dan Teori-teori Sosial Indonesia karya Profesor Ajat Sudrajat, dkk. Diskusi dan bedah buku yang digelar di Ruang Sidang Utama Rektorat Universitas Negeri Yogyakarta dihadiri oleh Hj. Idza Priyanti., SE (Bupati Brebes), Dr. Syamsul Maarif (Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU Brebes) dan Dr. Dwi Siswoyo (Ketua Jurusan Program S3 Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta).

Diskusi dan bedah buku yang dihadiri lebih dari 300 peserta itu mencuatkan asa pribumisasi ilmu sosial. Dalam sambutannya, Profesor Edi Purwanto menyatakan bahwa konsep ilmu sosial bisa digali dari rahim Nusantara. Karena kita punya banyak tokoh yang bisa dirujuk. Sehingga tidak perlu gagap dengan tokoh dan temuan dari Barat.

Hal tersebut dikuatkan oleh Dr. Nasiwan. Dr. Nasiwan, salah satu penulis buku Teori-teori Sosial Indonesia dan juga mengedit buku tersebut menyebut bahwa teori sosial Indonesia tak kalah dengan teori sosial yang lahir di Barat. “Tokoh nasional Indonesia punya gagasan  geneuin dan dapat dijadikan alternative pemikiran dan menggerakkan revolusi sosial”, tegas Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Sosial.

Dalam kaitan dengan revolusi sosial, Bupati Brebes menyebut bahwa, perubahan sosial di Brebes dimulai dari kerja perempuan. “Perempuan kini tidak hanya duduk di belakang. Namun dia telah membuktikan diri mampu memimpin daerah”, ujarnya.

Revolusi sosial di Brebes juga didukung oleh tokoh Islam. Tokoh Islam yang tergabung dalam Muhammadiyah dan NU bersama membangun bangunan daerah. “Kekuatan Islam sangat dominan dalam perubahan sosial di Brebes”, tegas  Dr. Syamsul Maarif, Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU Brebes.

Revolusi sosial memang senantiasa dimulai dan diiniasisi oleh masyarakat lokal. Masyarakat lokal menjadi itu menjadi penanda bahwa mereka mempunyai “kekuatan” untuk membumikan ilmu sosial ala Indonesia yang mereka pahami.

Penggalian dan pembumian ilmu sosial ala Indonesia pun akan memutus rantai borrow (pinjam) masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak selalu “membebek” Barat. Indonesia punya kekhasan sehingga akar budaya bangsa terus melekat dalam jiwa masyarakat. Dr. Dwi Siswoyo menyebut, kita punya keunggulan dalam hal pemikiran. Kita kadang kurang pede mengutip dan menyebut tokoh-tokoh nasional.

Ilmu sosial memang bukan dominasi Barat. Indonesia mempunyai segudang tokoh yang layak untuk dikutip. Sebut saja. Selo Sumarjan, Kuntowijoyo, Mansur Faqih, Soedjatmoko, Nurcholish Madjid, K.H. Sahal Mahfudz, Ahmad Syafii Maarif, dan lain-lain. Mereka adalah tokoh nasional yang layak mendapat “rujukan” dari kalangan akademik Indonesia. Jangan sampai silau dengan pemikiran Barat, sehingga menenggelamkan kemilau percik pemikiran hebat ala ilmuan Indonesia. (Benni Setiawan).