LUSILA RAIH GELAR DOKTOR DENGAN IPK NYARIS SEMPURNA

Lusila Andriani Purwastuti, M.Hum., berhasil menggondol gelar Doktor Pendidikan dengan IPK nyaris sempurna yaitu 3,98, nilai maksimum 4. Staf pengajar di jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY ini berhasil meyakinkan tim penguji yang terdiri atas Dr. Moch. Bruri Triyono (Ketua), Prof. Dr. Achmad Dardiri (Sekretaris), Prof. Dr. Sodiq A. Kuntoro (Promotor), Dr. Dwi Siswoyo (Promotor), dan Dr. Siti Irene AD (Penguji Internal), serta Prof. Dr. Lasiyo, M.A., M.M. (Penguji Eksternal).

Pada Selasa, (25/7/2017) Lusila memaparkan hasil penelitian disertasinya pada ujian terbuka promosi doktor Program Pascasarjana UNY. “Ideologi Pendidikan Nasional dan Implementasinya pada Kebijakan Pengembangan Kultur Sekolah di SMA 1 dan SMA 3 Yogyakarta” merupakan judul dari karya disertasi yang dipresentasikan di hadapan dewan penguji. “Ideologi dan pendidikan merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, walaupun keterkaitannya tidak selalu tampak atau diakui oleh para ahli pendidikan. Hal ini disebabkan pendidikan selama ini diasumsikan sebuah lembaga yang netral dari ideologi”, ungkapnya.

“Ideologi memiliki peranan dan pengaruh dalam lembaga pendidikan. Hal ini disebabkan pendidikan adalah hasil dari konstruk sosial dan lembaga yang diharapkan dapat mengubah konstruksi sosial. Pendidikan tidak bisa lepas dari nilai-nilai, cita-cita, dan harapan dari masyarakat yang mengkonstruknya. Ideologi pendidikan nasional adalah Pancasila, sesuai dengan pasal 2 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional”, tambahnya.

Akhir-akhir ini Indonesia sedang dilanda intoleransi, bahkan terdapat isu akan mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi yang lain. Untuk itu, perlunya penanaman dan pembiasaan nilai-nilai Pancasila khususnya dalam praktik persekolahan. Ketika Pancasila sudah menjadi orientasi pembuatan kebijakan sekolah, maka nilai-nilai Pancasila tentunya akan ditransformasikan dalam kebiasaan-kebiasaan yang hidup dalam seluruh aktivitas sekolah baik akademik maupun nonakademik, sehingga seluruh perilaku sehari-hari warga sekolah dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Sebuha sekolah sudah mengimplementasikan nilai-nilai yang diyakini baik dan benar, berarti nilai-nilai ideologi tadi telah menjadi kultur (budaya).

SMA 1 Yogyakarta dan SMA 3 Yogyakarta merupakan sekolah yang berkualitas, dengan segudang prestasi akademik maupun nonakademik pada level daerah, nasional, dan internasional. Pada kedua sekolah ini, telah terjadi kontekstualisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila, atau dengan kata lain kedua sekolah ini telah mengamalkan Pancasila secara objektif dan subjektif.

Kedua sekolah telah membangun suatu kultur sekolah yang mengembangkan dan membudayakan nilai-nilai Pancasila. Mereka menjabarkan ideologi pendidikan Pancasila dengan cara menginterpretasikan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kebijakan melalui program-program sekolah. Dalam perjalanan waktu, kedua sekolah telah menginternalisasikan dan mengkontekstualisasikan nilai-nilai itu dalam kultur sekolah, sehingga memiliki identitas dan keunikan masing-masing.

Dalam hal implementasi ideologi pendidikan nasional pada kebijakan pengembangan kultur sekolah, SMA 1 Yogyakarta menginterpretasikan nilai dasar yang termanifestasi pada tujuh sistem nilai sekolah, visi, misi, dan tujuan sekolah, sedangkan SMA 3 termanifestasi pada slogan, motto, dan visi sekolah. Kebijakan pengembangan kultur sekolah dijabarkan dalam program dan kegiatan sekolah dalam 4 kategori, yaitu : moral-keagamaan, sosial-budaya, akademik/intelektual, dan lingkunagn/management/leadership.

Kultur sekolah di SMA 1 Yogyakarta merupakan kontekstualisasi dan transformasi nilai-nilai Pancasila. Nilai yang dominan di sana yaitu keteladanan, keseimbangan antara intelektual, emosional, dan spiritual, sedangkan nilai yang menonjol yaitu kedisiplinan, ketertiban, keteraturan, ketaatan, dan legal formal. Kultur di SMA 3 Yogyakarta yaitu berbudi pekerti luhur. Nilai yang dominan di sana yaitu: luhur, egaliter, kekeluargaan, kepemimpinan, kewirausahaan, dan keceriaan. Kedua sekolah bisa dikategorikan sebagai sekoah “Adi Brata” (positif dan unggul).

Kultur sekolah memiliki lima fungsi yaitu sebagai historitas sekolah, pendidikan kearifan lokal, pendidikan karakter ke-Indonesiaan, etika pendidikan, di sekolah, dan brand image (pencitraan yang bernilai jual positif). Selanjutnya sekolah yang berkultur Adi Brata akan menguntungkan ketika membangun kemitraan dengan stakeholder, karena memili aspek ideologis (ikon, motto, visi), yang berbasis kebangsaan dan visioner, politik (kebijakan murtu), sosial-budaya (karakter yang unggul), dan pertahanan keamanan yang aman dan nyaman. Model pengembangan kultur yang ditawarkan yaitu model dialektik kultur SMA 1 Yogyakarta yang agamis, dan kultur SMA 3 Yogyakarta yang berbudi pekerti luhur, egaliter, kekeluargaan, keceriaan untuk terwujudnya nasionalitas yang Bhinneka Tunggal Ika yang memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang bermartabat di kancah percaturan global. (Rubiman).
.