DOSEN UNIVERSITAS HAMZANWADI RAIH GELAR DOKTOR DI PPS UNY DENGAN PREDIKAT CUMLAUDE

Pengukuran merupakan suatu proses yang harus dilaksanakan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan. Pelaksanaan proses pendidikan menjadi salah satu sasaran utama pengukuran untuk mendukung keberhasilan dan mencapai tujuan penyelenggaraannya. Secara umum, pengukuran terfokus pada kegiatan penilaian berupa penentuan angka dan interpretasi hasil penghitungannya yang dijadikan sebagai salah satu acuan dalam menentukan kebijakan pendidikan.

Guru yang memiliki peran utama dalam pengukuran menemui kesulitan dalam penilaian dan pengukuran baik pada sekolah yang menerapkan kurikulum KTSP maupun Kurtilas. Selain itu, tes yang dikembangkan dan digunakan belum sesuai dengan tuntutan kurikulum yang relevan dengan realita di sekitar lingkungan siswa. Salah satu kesulitan guru dalam penilaian yakni ketika menentukan sekaligus menyusun instrumen yang akan digunakan.

Hasil observasi yang dilakukan oleh Syukrul Hamdi, dosen di Universitas Hamzanwadi, Selong, Lombok Timur menunjukkan bahwa pada sepuluh SD di Kabupaten Lombok Timur, sebagian tes yang digunakan guru belum sesuai dengan tuntutan kurikulum, baik KTSP maupun Kurtilas. “Tes yang digunakan guru belum sesuai dengan kurikulum. Umumnya terjadi dalam penilaian kelas, seperti ulangan harian dan mid semester, sehingga berakibat pada rendahnya hasil ujian nasional selama tiga tahuan terakhir, khususnya pada pelajaran matematika.

“Kualitas instrumen tes yang kurang baik dalam penilaian kelas diindikasikan menjadi faktor penyebab timbulnya permasalahan di atas. Hal tersebut menjadikan guru tidak mampu mengetahui perkembangan matematika siswa secara luas dan mendalam dengan waktu yang singkat sebagai dasar untuk memberikan tindaklanjut dalam pembelajaran matematika. Untuk mengatasi masalah di atas, coba kami kembangkan instrumen tes yang disebut tes model teslet. Model ini dapat dipergunakan untuk mengetahui perkembangan matematika siswa terkait pemahaman dan prestasi siswa dalam penilaian kelas”, ungkap Syukrul dalam ujian terbuka prmosi doktor PPs UNY, Kamis (27/7/2017).

“Penilaian kelas dipilih karena memiliki kesesuaian dengan kurikulum yang digunakan di Indonesia termasuk pada pembelajaran Matematika. Model teslet ini menjadi alternatif pemecahan masalah utama dalam mengefisiensi waktu pada saat pemberian latihan unjuk kerja, ulangan harian, atau mid semester. Dari sana nantinya bisa diketahui efektivitas stimulus yang diberikan dan respon yang dihasilkan”, imbuhnya.

Produk pengembangan instrumen tes model teslet ini terdiri atas desian instrumen tes, kisi-kisi instrumen, instrumen tes, pedoman penskoran, dan pedoman penyusunan instrumen tes. Hasil pengembangan model ini telah diujicobakan baik pada kTSP maupun Kurtilas. Instrumen tes model ini dapat digunakan guru untuk melaksanakan penilaian sehingga menjadi dasar untuk memperbaiki mutu proses pembelajaran, mulai dari pemilihan tindakan yang akan ditempuh berdasarkan hasil penilaian yang diperoleh sampai penentuan keputusan akhir yang akan diberikan kepada siswa.

“Guru dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk membuat instrumen tes model teslet pada mata pelajaran matematika dengan materi yang berbeda bahkan bisa juga  untuk mata pelajaran lainnya. Hal ini sesuai realita di lapangan bahwa SD di Kabupaten Lombok Timur masih menerapkan sistem guru kelas dalam pembelajaran. Seorang guru tidak hanya mengajar matematika saja, akan tetapi mata pelajaran lainnya juga”, tutup Syukrul.

Dari paparan dan tanggapan yang diberikan Syukrul atas masukan, pertanyaan yang dari tim penguji yang dipimpin oleh Prof. Djemari Mardapi, Ph.D., akhirnya diputuskan bahwa mantan Presiden Mahasiswa STKIP Hamzanwadi ini layak menyandang gelar doktor kependidikan dalam bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan dengan predikat Cumlaude/Dengan Pujian. Dr. Syukrul Hamdi merupakan doktor ke 385 di PPs UNY. (Rubiman).

.